Wednesday, July 11, 2018

Terdengar Sendu, “Aku Benci Hujan”





Biasanya, sebelum rasa sakit ini kurasa aku selalu suka hujan. Aku suka menengadahkan tanganku untuk menikmati tetes demi tetes air yang jatuh dari langit. Tapi sekarang aku benci hujan. Suara hujan yang dulu ku suka karena dapat memecah kesunyian, kini terdengar sendu olehku. Yang mengakibatkan aku tak bisa menghentikan cairan bening yang tiba-tiba membasahi pipiku.
   Hujan membawa kembali kenangan itu. Kenangan ketika kita menghabiskan waktu bersama-sama di bawah guyurannya. Ketika kamu memarahiku saat itu. Dan ketika air mataku jatuh bercampur hujan saat aku merasa tak tega membuatmu harus terjebak bersamaku. Sulit sekali untuk melupakan peristiwa yang telah tersaring oleh filter kehidupan dan menjadi kenangan. Itu pertama kalinya dalam hidupku aku menghabiskan waktu yang begitu lama denganmu. Dan itu juga terakhir kalinya aku bersikap egois dan memaksamu untuk menuruti keinginanku. Karena rasa marahmu saat itu membuatku benar-benar merasa takut.
   Pertama kalinya sejak aku mulai mengenalmu saat itu. Baru kali ini aku merasa takut padamu. Bukan karena sikapmu yang memarahiku. Tapi karena kau berdiam seribu bahasa. Tak sepatah katapun keluar dari mulutmu. Dimana kamu yang biasanya membalas semua perkataan-perkataanku? Dimana kamu yang biasanya berdebat denganku? Saat itu kamu benar-benar terasa asing bagiku. Bahkan lebih asing dibandingkan dengan ketika kita baru saling mengenal dulu.
   Malam itu menjadi malam perpisahanku denganmu. Dan aku tidak bisa tidur sepanjang malam karena memikirkan sikapmu. Terlebih berfikir bahwa sekarang usiaku sudah 22 tahun adanya. Dan selama ini tidak ada perasaan-perasaan aneh yang muncul di hidupku. Tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan orang yang aku kagumi. Tapi malam itu, meski menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu bahwa ada momen yang penting dalam hidup kita. Ketika kamu benar-benar merasa ada sesuatu di hati. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Sayangnya malam itu menjadi malam perpisahanku dengannya. Persis ketika ku sadari bahwa perasaan itu mulai muncul kecambahnya (sumber: Tere Liye). Aku harus bagaimana ibu? Bagaimana aku menghadapi hujan kedepannya? Hujan akan mengingatkanku tentang saat itu. Tentang malam itu. Tentang aku yang menyadari perasaanku untuknya. Bagaimana aku menghadapinya nanti?
Malang, 17 Januari 2016







0 comments:

Post a Comment

Wednesday, July 11, 2018

Terdengar Sendu, “Aku Benci Hujan”

Posted by Kisara's Story at July 11, 2018




Biasanya, sebelum rasa sakit ini kurasa aku selalu suka hujan. Aku suka menengadahkan tanganku untuk menikmati tetes demi tetes air yang jatuh dari langit. Tapi sekarang aku benci hujan. Suara hujan yang dulu ku suka karena dapat memecah kesunyian, kini terdengar sendu olehku. Yang mengakibatkan aku tak bisa menghentikan cairan bening yang tiba-tiba membasahi pipiku.
   Hujan membawa kembali kenangan itu. Kenangan ketika kita menghabiskan waktu bersama-sama di bawah guyurannya. Ketika kamu memarahiku saat itu. Dan ketika air mataku jatuh bercampur hujan saat aku merasa tak tega membuatmu harus terjebak bersamaku. Sulit sekali untuk melupakan peristiwa yang telah tersaring oleh filter kehidupan dan menjadi kenangan. Itu pertama kalinya dalam hidupku aku menghabiskan waktu yang begitu lama denganmu. Dan itu juga terakhir kalinya aku bersikap egois dan memaksamu untuk menuruti keinginanku. Karena rasa marahmu saat itu membuatku benar-benar merasa takut.
   Pertama kalinya sejak aku mulai mengenalmu saat itu. Baru kali ini aku merasa takut padamu. Bukan karena sikapmu yang memarahiku. Tapi karena kau berdiam seribu bahasa. Tak sepatah katapun keluar dari mulutmu. Dimana kamu yang biasanya membalas semua perkataan-perkataanku? Dimana kamu yang biasanya berdebat denganku? Saat itu kamu benar-benar terasa asing bagiku. Bahkan lebih asing dibandingkan dengan ketika kita baru saling mengenal dulu.
   Malam itu menjadi malam perpisahanku denganmu. Dan aku tidak bisa tidur sepanjang malam karena memikirkan sikapmu. Terlebih berfikir bahwa sekarang usiaku sudah 22 tahun adanya. Dan selama ini tidak ada perasaan-perasaan aneh yang muncul di hidupku. Tentang salah paham, tentang kecemasan, tentang bercakap dengan orang yang aku kagumi. Tapi malam itu, meski menyisakan banyak pertanyaan, aku tahu bahwa ada momen yang penting dalam hidup kita. Ketika kamu benar-benar merasa ada sesuatu di hati. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan. Sayangnya malam itu menjadi malam perpisahanku dengannya. Persis ketika ku sadari bahwa perasaan itu mulai muncul kecambahnya (sumber: Tere Liye). Aku harus bagaimana ibu? Bagaimana aku menghadapi hujan kedepannya? Hujan akan mengingatkanku tentang saat itu. Tentang malam itu. Tentang aku yang menyadari perasaanku untuknya. Bagaimana aku menghadapinya nanti?
Malang, 17 Januari 2016







0 comments on "Terdengar Sendu, “Aku Benci Hujan”"

Post a Comment

 

Kisara's Diary Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang