Aku menelponmu kala itu, satu kali, dua
kali, tiga kali dan entah sudah berapa banyak kali aku menelponmu tapi tak ada
satu balas pun darimu untukku bahkan begitupun dengan pesan-pesan yang ribuan
kali ku kirim untukmu tak ada satupun menyentuh balasmu. Hingga sahabatkupun
membantuku untuk menghubungimu, tapi tetap saja balas itu tak kunjung ku dapat
darimu.
Aku kuatkan diriku dan membulatkan tekadku untuk pergi mengejar
pekerjaan itu. Masih dengan tubuh gemetar dan rasa takut yang mejalar aku
menaiki bus menuju kota asing itu. Dan taukah kau ketika aku tiba disana aku
benar-benar baru sadar kalau aku benar-benar sendirian kala itu. Aku ambil air
wudhlu dan mendirikan sholat di mushollah kecil dekat terminal itu. Aku
meringkuk dan menangis sendirian di pojok atau sudut ruangan tempat sholat itu.
Kau tahu betapa kerasnya aku berusaha menahan tangisku kala itu agar aku
tidak menampakkan rasa takutku pada orang-orang disana. Tapi kemudian telfon
dari ayah dan sahabatku sedikit dapat menenangkan gelisahku. Kau tahu, aku
ingin sekali marah di samping rasa sedihku kala itu. Tapi, kau tahu aku tak
pernah bisa benar-benar marah padamu. Yang bisa kulakukan hanya menangis.
Aku menangis dan mengutuki diriku sendiri. Kenapa? Bahkan di tempat
asing itupun aku masih berharap ada kamu. Ada suaramu yang menemaniku lewat
suara Al-Qur’an yang kau dengungkan di mushollah itu. Aku bodoh bukan?
Sejak itulah aku tak bisa lagi menahan tangisku. Di sepanjang jalan dimana
bis itu melaju mengatarkanku kembali pulang aku menangis sejadi-jadinya. Entah
apa yang dipikirkan oleh kedua orang yang duduk di sampingku. Mungkin mereka
akan berpikir bahwa aku adalah gadis yang menyedihkan. Benar-benar menyedihkan.
Tapi, aku tak peduli dengan semua anggapan mereka tentangku. Aku hanya
ingin menangis saja sepuas-puasnya saat itu dan melepas semuanya. Bukan karena
pekerjaan itu lepas dariku tapi karena aku membulatkan tekadku untuk
melepaskanmu dan semua rasa dihatiku sejak saat itu. Kau tahu hanya tiga kali
aku menangis seperti ini : saat aku lepas impianku, saat ku ikhlaskan ibuku dan
saat aku melepasmu tepat dimana baru aku sadari perasaanku untukmu.


0 comments:
Post a Comment