Kau, hanya kau, tak ada lagi yang
lain….terima kasih……
Pagi itu kita sedang asistensi riset bersama di ruang sidang. Di
sela-sela kesibukan para mahasiswa-mahasiswi yang sedang mengerjakan tugas, aku
bertanya padamu apakah kau sibuk setelah asistensi. Kau menjawab “ya, orang
tuaku akan datang,” ucapmu. Lantas aku pun mengatakan “oh”, menanggapi jawabmu.
Kau pun kemudian bertanya “kenapa memangnya?” Mau minta antar, hehe….,”jawabku
dengan nyengir. “Iya, kemana?” Ke tempat penginapan kakakku, buat ambil
kunci.Tempatnya di belakang UIN kata temanku,” “Kamu gak tau tempatnya?”
tanyamu lagi. “Nggak temanku yang nyarikan, nanti dia yang kasih tau
alamatnya,” “Ya sudah tak antar,” ucapmu kemudian. “Beneran….,” tanyaku tak
percaya. “Iya,,,” ucapmu lagi. “Mau diantar habis ini?” tanyamu. “Iya, tapi
orangtuamu datang. Kau temui orang tuamu dulu saja nanti setelah bertemu orang
tuamu saja kau antar aku,” jelasku. “Ya sudah….,” ucapmu.
Sekitar pukul 11.00 kau mengirimi ku pesan kalau kamu sudah mau otw ke
kosanku. Aku datang turun ke bawah setelah menerima telfon bahwa kau sudah berada
di bawah kosanku. Melihat mukaku yang sedikit pucat kau bertanya,” kau sakit?”
“Iya, sedikit pilek,” jawabku. Lalu kita pun menuju lokasi tersebut. Kita
bercakap-cakap di perjalanan sampai tempat tujuan, menunggu kunci di berikan
dan di antar ibu pemilik penginapan ke lokasi tempat kamar itu berada. Aku naik
bersamamu karna lokasinya di lantai dua dan tempat berada di sudut lantai dua
tersebut. Aku masuk dan memeriksa sembari menaruh tas ku di atas tempat tidur
sementara kau tetap berada di luar kamar. Aku menyuruhmu bergegas untuk pergi
sholat jum’at. “Sholat jum’at dulu sana, cari mesjid sekitar sini, habis sholat
jemput aku ya…,” ucapku. “Gak mau, aku tinggal,” jawabmu.”Loh, terus aku pulang
sama siapa? Gak ada angkot sekitar sini,” rengekku. Sembari menarik-nerik
lengan bajumu Lalu kau pun tertawa dan berkata,” iya,,iya tak jemput…, Aku pun
tersenyum dan melambaikan tangan padamu yang hendak pergi.
Aku merebahkan diriku di atas tempat tidur. Flu membuat badanku sedikit
demam dan lemas. Beberapa menit kemudian kau pun datang dari usai sholat
jum’at. Kau mengetuk pintu kamar dan aku membukanya sembari bersiap-siap
mengemasi barangku. Kemudian kita pun melanjutkan perjalanan untuk kembali
pulang. Kau bercerita tentang masa outbound yudisium kita dulu. Tentang
anak-anak yang dihukum maju ke depan karena terlambat. Aku hanya menanggapi
iya, iya saja dan kau pun tahu aku tak begitu paham ceritamu karena aku tak
bisa mengenali orang. Kau pun ngambek di perjalanan pulang dan tak mau
bercerita lagi. “Ayolah lanjutkan aja ceritamu,” ucapku. “Buat apa aku cerita
kalau kamu gak tau,” ucapmu. “Yah…kau ngambek ya…ayolah cerita, aku penasaran
nih…,”godaku.
Sampai di lab akupun sholat kemudian kita bersama-sama menuju lokasi
gladi wisuda. Aku melambaikan tanganku dan bergegas menuju ke tempat dimana
teman-temanku berkumpul. Kau pun berkata,” gitu kalau ketemu temannya, aku
ditinggalin,” ucapmu. Aku hanya menanggapi ucapanmu dengan senyum sekalipun aku
tahu wajahmu tampak cemberut. “Sini aku antar dan carikan teman-temanmu,”
ucapku. Dan kau hanya melangkah dengan enggan.
Andai saja kau tahu bahwa sejujurnya aku ingin lebih lama lagi
bersamamu. Tapi kau tau seperti puisi panji ramdana :
“Aku tidak mengenal arti
berpacaran seperti yang banyak orang bilang. Menjaga hati dengan lebih banyak
menghabiskan waktu bersama sahabatku adalah hal yang aku percayai bahwa janji
Allah adalah ketetapan yang pasti. Karenanya jodoh, aku akan tetap disini untuk
terus berikhtiar dan berdo’a dalam mendandani hati. Semoga aku dan kamu selalu
diberi kesabaran oleh-Nya. Untuk selalu mau belajar yang terbaik untuk kita dan
agama kita.”
Seperti itulah memang aku dan kaupun tahu itu. Aku tak ingin merusak
rasa yang Tuhan berikan untukku dengan cinta yang belum semestinya. Karenanya
aku berusaha keras untuk menolak rasa itu tapi aku tak bisa. Hanya cara inilah
satu-satunya agar aku tidak menodai rasa itu. Aku mencintaimu karena itulah aku
diam dan memilih menjauh. Jika kita berjodoh pastilah Tuhan akan mengizinkan
kita untuk bersama suatu hari nanti.
Malam harinya aku menelfonmu berkali-kali karena aku lupa lokasi
penginapan itu. Kakakku marah dan mengomeliku tiada henti. Kau menjawab
berulang kali telfonku juga pesan-pesanku. Aku menangis dalam telfonku karena
di marahi kakakku juga karena hujan yang mengguyur tubuhku selama satu jam
lamanya. Ketika ku tanya apa kau biasa datang. Kau menjawab tidak bisa karena
sedang bersama dengan orang tuamu. Aku hanya menjawab “oh,” atas semua
penjelasanmu. Entah apakah kau mengatakan hal yang benar atau kau menyembunyikan
sesuatu dariku aku tidak tahu. Esok paginya aku bersikap biasa dan menceritakan
kejadian semalam seperti biasanya padamu. Kau pun tersenyum dan berkata,”
makanya jangan tidur terus kalau di bonceng,” ucapmu. “Loh, aku kan sakit…,”
ucapku sembari menunjuk hidungku yang berkali-kali ku usap tissue. Dan kau pun
tersenyum menanggapi tingkahku. Setelah itu kita pun berfoto bersama dengan
teman asisten yang lain.
Entah apakah itu kebohongan atau bukan, yang jelas di mulai dari hari
itu atau tepatnya malam itu hingga hari-hari selanjutnya kau tak pernahada lagi
untukku. Bahkan sekalipun aku memohon kepadamu, kau tetap tak ada di saat aku
butuh. Aku tak tahu alasannya. Tapi yang aku yakini hingga kini hanya satu
alasan kau pergi. Kau memilih dia, bukan aku….


0 comments:
Post a Comment