Wednesday, July 11, 2018

Kau Membimbingku Saat Ku Tersesat




Kau, hanya kau, tak ada lagi yang lain….terima kasih……
Pagi itu kita sedang asistensi riset bersama di ruang sidang. Di sela-sela kesibukan para mahasiswa-mahasiswi yang sedang mengerjakan tugas, aku bertanya padamu apakah kau sibuk setelah asistensi. Kau menjawab “ya, orang tuaku akan datang,” ucapmu. Lantas aku pun mengatakan “oh”, menanggapi jawabmu. Kau pun kemudian bertanya “kenapa memangnya?” Mau minta antar, hehe….,”jawabku dengan nyengir. “Iya, kemana?” Ke tempat penginapan kakakku, buat ambil kunci.Tempatnya di belakang UIN kata temanku,” “Kamu gak tau tempatnya?” tanyamu lagi. “Nggak temanku yang nyarikan, nanti dia yang kasih tau alamatnya,” “Ya sudah tak antar,” ucapmu kemudian. “Beneran….,” tanyaku tak percaya. “Iya,,,” ucapmu lagi. “Mau diantar habis ini?” tanyamu. “Iya, tapi orangtuamu datang. Kau temui orang tuamu dulu saja nanti setelah bertemu orang tuamu saja kau antar aku,” jelasku. “Ya sudah….,” ucapmu.
Sekitar pukul 11.00 kau mengirimi ku pesan kalau kamu sudah mau otw ke kosanku. Aku datang turun ke bawah setelah menerima telfon bahwa kau sudah berada di bawah kosanku. Melihat mukaku yang sedikit pucat kau bertanya,” kau sakit?” “Iya, sedikit pilek,” jawabku. Lalu kita pun menuju lokasi tersebut. Kita bercakap-cakap di perjalanan sampai tempat tujuan, menunggu kunci di berikan dan di antar ibu pemilik penginapan ke lokasi tempat kamar itu berada. Aku naik bersamamu karna lokasinya di lantai dua dan tempat berada di sudut lantai dua tersebut. Aku masuk dan memeriksa sembari menaruh tas ku di atas tempat tidur sementara kau tetap berada di luar kamar. Aku menyuruhmu bergegas untuk pergi sholat jum’at. “Sholat jum’at dulu sana, cari mesjid sekitar sini, habis sholat jemput aku ya…,” ucapku. “Gak mau, aku tinggal,” jawabmu.”Loh, terus aku pulang sama siapa? Gak ada angkot sekitar sini,” rengekku. Sembari menarik-nerik lengan bajumu Lalu kau pun tertawa dan berkata,” iya,,iya tak jemput…, Aku pun tersenyum dan melambaikan tangan padamu yang hendak pergi.
Aku merebahkan diriku di atas tempat tidur. Flu membuat badanku sedikit demam dan lemas. Beberapa menit kemudian kau pun datang dari usai sholat jum’at. Kau mengetuk pintu kamar dan aku membukanya sembari bersiap-siap mengemasi barangku. Kemudian kita pun melanjutkan perjalanan untuk kembali pulang. Kau bercerita tentang masa outbound yudisium kita dulu. Tentang anak-anak yang dihukum maju ke depan karena terlambat. Aku hanya menanggapi iya, iya saja dan kau pun tahu aku tak begitu paham ceritamu karena aku tak bisa mengenali orang. Kau pun ngambek di perjalanan pulang dan tak mau bercerita lagi. “Ayolah lanjutkan aja ceritamu,” ucapku. “Buat apa aku cerita kalau kamu gak tau,” ucapmu. “Yah…kau ngambek ya…ayolah cerita, aku penasaran nih…,”godaku.
Sampai di lab akupun sholat kemudian kita bersama-sama menuju lokasi gladi wisuda. Aku melambaikan tanganku dan bergegas menuju ke tempat dimana teman-temanku berkumpul. Kau pun berkata,” gitu kalau ketemu temannya, aku ditinggalin,” ucapmu. Aku hanya menanggapi ucapanmu dengan senyum sekalipun aku tahu wajahmu tampak cemberut. “Sini aku antar dan carikan teman-temanmu,” ucapku. Dan kau hanya melangkah dengan enggan.
Andai saja kau tahu bahwa sejujurnya aku ingin lebih lama lagi bersamamu. Tapi kau tau seperti puisi panji ramdana :
“Aku tidak mengenal arti berpacaran seperti yang banyak orang bilang. Menjaga hati dengan lebih banyak menghabiskan waktu bersama sahabatku adalah hal yang aku percayai bahwa janji Allah adalah ketetapan yang pasti. Karenanya jodoh, aku akan tetap disini untuk terus berikhtiar dan berdo’a dalam mendandani hati. Semoga aku dan kamu selalu diberi kesabaran oleh-Nya. Untuk selalu mau belajar yang terbaik untuk kita dan agama kita.”
Seperti itulah memang aku dan kaupun tahu itu. Aku tak ingin merusak rasa yang Tuhan berikan untukku dengan cinta yang belum semestinya. Karenanya aku berusaha keras untuk menolak rasa itu tapi aku tak bisa. Hanya cara inilah satu-satunya agar aku tidak menodai rasa itu. Aku mencintaimu karena itulah aku diam dan memilih menjauh. Jika kita berjodoh pastilah Tuhan akan mengizinkan kita untuk bersama suatu hari nanti.
Malam harinya aku menelfonmu berkali-kali karena aku lupa lokasi penginapan itu. Kakakku marah dan mengomeliku tiada henti. Kau menjawab berulang kali telfonku juga pesan-pesanku. Aku menangis dalam telfonku karena di marahi kakakku juga karena hujan yang mengguyur tubuhku selama satu jam lamanya. Ketika ku tanya apa kau biasa datang. Kau menjawab tidak bisa karena sedang bersama dengan orang tuamu. Aku hanya menjawab “oh,” atas semua penjelasanmu. Entah apakah kau mengatakan hal yang benar atau kau menyembunyikan sesuatu dariku aku tidak tahu. Esok paginya aku bersikap biasa dan menceritakan kejadian semalam seperti biasanya padamu. Kau pun tersenyum dan berkata,” makanya jangan tidur terus kalau di bonceng,” ucapmu. “Loh, aku kan sakit…,” ucapku sembari menunjuk hidungku yang berkali-kali ku usap tissue. Dan kau pun tersenyum menanggapi tingkahku. Setelah itu kita pun berfoto bersama dengan teman asisten yang lain.
Entah apakah itu kebohongan atau bukan, yang jelas di mulai dari hari itu atau tepatnya malam itu hingga hari-hari selanjutnya kau tak pernahada lagi untukku. Bahkan sekalipun aku memohon kepadamu, kau tetap tak ada di saat aku butuh. Aku tak tahu alasannya. Tapi yang aku yakini hingga kini hanya satu alasan kau pergi. Kau memilih dia, bukan aku….





0 comments:

Post a Comment

Wednesday, July 11, 2018

Kau Membimbingku Saat Ku Tersesat

Posted by Kisara's Story at July 11, 2018



Kau, hanya kau, tak ada lagi yang lain….terima kasih……
Pagi itu kita sedang asistensi riset bersama di ruang sidang. Di sela-sela kesibukan para mahasiswa-mahasiswi yang sedang mengerjakan tugas, aku bertanya padamu apakah kau sibuk setelah asistensi. Kau menjawab “ya, orang tuaku akan datang,” ucapmu. Lantas aku pun mengatakan “oh”, menanggapi jawabmu. Kau pun kemudian bertanya “kenapa memangnya?” Mau minta antar, hehe….,”jawabku dengan nyengir. “Iya, kemana?” Ke tempat penginapan kakakku, buat ambil kunci.Tempatnya di belakang UIN kata temanku,” “Kamu gak tau tempatnya?” tanyamu lagi. “Nggak temanku yang nyarikan, nanti dia yang kasih tau alamatnya,” “Ya sudah tak antar,” ucapmu kemudian. “Beneran….,” tanyaku tak percaya. “Iya,,,” ucapmu lagi. “Mau diantar habis ini?” tanyamu. “Iya, tapi orangtuamu datang. Kau temui orang tuamu dulu saja nanti setelah bertemu orang tuamu saja kau antar aku,” jelasku. “Ya sudah….,” ucapmu.
Sekitar pukul 11.00 kau mengirimi ku pesan kalau kamu sudah mau otw ke kosanku. Aku datang turun ke bawah setelah menerima telfon bahwa kau sudah berada di bawah kosanku. Melihat mukaku yang sedikit pucat kau bertanya,” kau sakit?” “Iya, sedikit pilek,” jawabku. Lalu kita pun menuju lokasi tersebut. Kita bercakap-cakap di perjalanan sampai tempat tujuan, menunggu kunci di berikan dan di antar ibu pemilik penginapan ke lokasi tempat kamar itu berada. Aku naik bersamamu karna lokasinya di lantai dua dan tempat berada di sudut lantai dua tersebut. Aku masuk dan memeriksa sembari menaruh tas ku di atas tempat tidur sementara kau tetap berada di luar kamar. Aku menyuruhmu bergegas untuk pergi sholat jum’at. “Sholat jum’at dulu sana, cari mesjid sekitar sini, habis sholat jemput aku ya…,” ucapku. “Gak mau, aku tinggal,” jawabmu.”Loh, terus aku pulang sama siapa? Gak ada angkot sekitar sini,” rengekku. Sembari menarik-nerik lengan bajumu Lalu kau pun tertawa dan berkata,” iya,,iya tak jemput…, Aku pun tersenyum dan melambaikan tangan padamu yang hendak pergi.
Aku merebahkan diriku di atas tempat tidur. Flu membuat badanku sedikit demam dan lemas. Beberapa menit kemudian kau pun datang dari usai sholat jum’at. Kau mengetuk pintu kamar dan aku membukanya sembari bersiap-siap mengemasi barangku. Kemudian kita pun melanjutkan perjalanan untuk kembali pulang. Kau bercerita tentang masa outbound yudisium kita dulu. Tentang anak-anak yang dihukum maju ke depan karena terlambat. Aku hanya menanggapi iya, iya saja dan kau pun tahu aku tak begitu paham ceritamu karena aku tak bisa mengenali orang. Kau pun ngambek di perjalanan pulang dan tak mau bercerita lagi. “Ayolah lanjutkan aja ceritamu,” ucapku. “Buat apa aku cerita kalau kamu gak tau,” ucapmu. “Yah…kau ngambek ya…ayolah cerita, aku penasaran nih…,”godaku.
Sampai di lab akupun sholat kemudian kita bersama-sama menuju lokasi gladi wisuda. Aku melambaikan tanganku dan bergegas menuju ke tempat dimana teman-temanku berkumpul. Kau pun berkata,” gitu kalau ketemu temannya, aku ditinggalin,” ucapmu. Aku hanya menanggapi ucapanmu dengan senyum sekalipun aku tahu wajahmu tampak cemberut. “Sini aku antar dan carikan teman-temanmu,” ucapku. Dan kau hanya melangkah dengan enggan.
Andai saja kau tahu bahwa sejujurnya aku ingin lebih lama lagi bersamamu. Tapi kau tau seperti puisi panji ramdana :
“Aku tidak mengenal arti berpacaran seperti yang banyak orang bilang. Menjaga hati dengan lebih banyak menghabiskan waktu bersama sahabatku adalah hal yang aku percayai bahwa janji Allah adalah ketetapan yang pasti. Karenanya jodoh, aku akan tetap disini untuk terus berikhtiar dan berdo’a dalam mendandani hati. Semoga aku dan kamu selalu diberi kesabaran oleh-Nya. Untuk selalu mau belajar yang terbaik untuk kita dan agama kita.”
Seperti itulah memang aku dan kaupun tahu itu. Aku tak ingin merusak rasa yang Tuhan berikan untukku dengan cinta yang belum semestinya. Karenanya aku berusaha keras untuk menolak rasa itu tapi aku tak bisa. Hanya cara inilah satu-satunya agar aku tidak menodai rasa itu. Aku mencintaimu karena itulah aku diam dan memilih menjauh. Jika kita berjodoh pastilah Tuhan akan mengizinkan kita untuk bersama suatu hari nanti.
Malam harinya aku menelfonmu berkali-kali karena aku lupa lokasi penginapan itu. Kakakku marah dan mengomeliku tiada henti. Kau menjawab berulang kali telfonku juga pesan-pesanku. Aku menangis dalam telfonku karena di marahi kakakku juga karena hujan yang mengguyur tubuhku selama satu jam lamanya. Ketika ku tanya apa kau biasa datang. Kau menjawab tidak bisa karena sedang bersama dengan orang tuamu. Aku hanya menjawab “oh,” atas semua penjelasanmu. Entah apakah kau mengatakan hal yang benar atau kau menyembunyikan sesuatu dariku aku tidak tahu. Esok paginya aku bersikap biasa dan menceritakan kejadian semalam seperti biasanya padamu. Kau pun tersenyum dan berkata,” makanya jangan tidur terus kalau di bonceng,” ucapmu. “Loh, aku kan sakit…,” ucapku sembari menunjuk hidungku yang berkali-kali ku usap tissue. Dan kau pun tersenyum menanggapi tingkahku. Setelah itu kita pun berfoto bersama dengan teman asisten yang lain.
Entah apakah itu kebohongan atau bukan, yang jelas di mulai dari hari itu atau tepatnya malam itu hingga hari-hari selanjutnya kau tak pernahada lagi untukku. Bahkan sekalipun aku memohon kepadamu, kau tetap tak ada di saat aku butuh. Aku tak tahu alasannya. Tapi yang aku yakini hingga kini hanya satu alasan kau pergi. Kau memilih dia, bukan aku….





0 comments on "Kau Membimbingku Saat Ku Tersesat"

Post a Comment

 

Kisara's Diary Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang