Wednesday, July 11, 2018

Sudah Patah Tak Bisa Tersambung Lagi




Terima kasih, kini aku bisa melihat lagi dengan jelas. Raut wajahmu, senyummu juga sepasang mata yang selalu aku tunggu-tunggu untuk menatapku itu….
         Aku sudah berada di ruangan Asisten kala itu. Masih berusaha untuk mencoba memperbaiki frame kacamataku yang patah. Sedari kemaren kacamata itu masih saja tak bisa di perbaiki. Hal itu menggangguku pasalnya aku tak bisa melihat layar leptopku dengan jelas juga tak bisa mengajar dengan baik karena aku hanya bisa samar-samar membaca buku teks (modul praktikum). Tapi hari itu aku tahu kau akan datang. Dan aku meminta tolong pada teman kita bahwa aku menitip sebuah lem untuk merekatkan kacamataku yang patah. Lalu kau balas di telfonmu “ndak mau”. Tapi, beberapa menit kemudian kau pun datang dengan membawa serta lem itu. Aku berterima kasih dan segera mengambil lem itu darimu. “Buat apa lem nya?” tanyamu. Aku menunjukkan kacamataku yang patah sembari nyengir ke arahmu. Kau pun hanya senyum dan bertanya :” kok bisa patah? Habis tingkahmu sih….,” ucapnya. “Aku gak tau kalau aku taruh kacamatanya di situ waktu sholat, eh tiba-tiba…ya beginilah…,” ucapku sembari menunjukkan kacamataku itu lagi padanya.
              Aku kesulitan memperbaiki kacamata itu dan kau pun tahu itu. “Kau bisa membantu?” tanyaku padamu yang tengah duduk di sampingku. “Hmmmm…,” ucapmu. Aku pun nyengir memperhatikan ekspresimu lalu kau pun senyum balik ke arahku sembari mengambil kacamata yang patah itu beserta lem nya dari tanganku. Aku sibuk memperhatikanmu yang tengah berusaha untuk memperbaikinya. Saking sibuknya menatap kacamata itu kita berdua tak sadar bahwa jarak kita begitu dekat. Aku pun tak menyadari itu sebelum kemudian teman-teman kita meledek kita dengan berkata, “Duuuhhhh mesranya….,” ucapnya. Lalu aku dan kamu pun tersadar kemudian. Tapi kita sama-sama tak menggubris ledekan mereka kecuali hanya dengan senyuman. “Iyalah dunia berasa milik berdua,” teman kita yang lain pun menanggapi.
            Beberapa detik kemudian teman-teman kita pun tak menyerah dengan ledekan mereka. Mereka pun sama-sama bernyanyi dengan kompaknya…

“Kemesraan ini…janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini ingin ku kenang selalu….Hatiku damai, jiwaku tentram disampingmu……,” ucap mereka sembari nyengir kea rah kita.

Kita pun tetap tak hirau dengan ledekan-ledekan teman kita yang semakin menjadi-jadi. Tapi entah kenapa kemudian tubuhku reflex menjauh sedikit darimu. Hingga jarak kita tak begitu dekat lagi sedekat nadi. Jarak kita terpisahkan oleh beberpa jengkal tangan kita Menit berikutnya kau pun berhasil memperbaiki kacamataku. Aku tersenyum senang sembari mencoba kacamata itu di mataku. Kau pun senyum-senyum setelah aku puas dengan kacamata yang sudah tak patah itu. Aku berterima kasih banyak-banyak padamu kala itu. Dan kau pun tersenyum lebar.
Beberapa minggu berikutnya sejak kejadian itu aku pernah lupa untuk tidak membawa kacamata itu di tas ku. Dan akupun kesulitan untuk melihat saat akan asistensi. Kau pun menceramahiku panjang dan lebar. “Makanya jangan lupa bawa mata empatmu. Udah tahu matanya gak bisa liat eh mata empatnya gak di bawa,” ucapmu yang terdengar seperti ledekan untukku. “Mata Empat”, gumamku dalam hati. “Hey…..sesama mata empat jangan ngeledek ya…,” Ucapku. “Punyaku sih selalu ku pakai. Iya kalau kamu sering mengeluh gak bisa liat meski udah pakek kacamata. Makanya periksa sono ke dokter mata jangan-jangan minusmu nambah,” ucapnya yang bukan terdengar seperti perintah namun ledekan yang di sertai tawa di akhir kalimatnya. “Hmmmm…seneng banget kamu kalau minusku nambah,” ucapku sembari memasang tampang cemberut. “Iya dong seneng…,” kan kalau nanti minusmu nambah aku jadi ada temennya, hahaha …”ucapmu. “Kenapa, kamu nih temennya susah malah seneng,” gerutuku. “Hahaha…kayak kamu enggak aja. Bukannya kamu juga seneng kalau aku susah…,” ucapmu. “Iya juga sih,,,,” ucapku. Kemudian kita pun tertawa bersama-sama.
Kini setiap kali ku lihat kacamataku dengan frame warna orange itu, aku selalu teringat padamu. Teringat bagaimana kau pernah memperbaikinya agar aku bisa mengenakannnya kembali. Teringat bagaimana cerewetnya kamu jika aku tak mengenakan kacamata itu karna aku tak dapat melihat. Namun kini kau tak ada. Kau tak ada untuk bisa memperbaikinya lagi ketika kacamata itu patah. Kau tak ada lagi untuk menghapus sedih atau kecemasanku. Kau pergi, kau pergi ke tempat yang jauh. Dimana akan sulit bagiku untuk menyusulmu. Karnanya kacamata itu kini hanya berada di tempat penyimpanan. Sama seperti cerita kecil kita itu, aku meletakkan kacamata itu pada bait kenangan dalam memoryku. Terima kasih, sekalipun meneteskan airmata setiap mengingat kenangan tentangnya, tapi tak dapat ku pungkiri kadang akupun tersenyum kecil saat mengingat kekonyolan-kekonyolan kita berdua kala itu.


0 comments:

Post a Comment

Wednesday, July 11, 2018

Sudah Patah Tak Bisa Tersambung Lagi

Posted by Kisara's Story at July 11, 2018



Terima kasih, kini aku bisa melihat lagi dengan jelas. Raut wajahmu, senyummu juga sepasang mata yang selalu aku tunggu-tunggu untuk menatapku itu….
         Aku sudah berada di ruangan Asisten kala itu. Masih berusaha untuk mencoba memperbaiki frame kacamataku yang patah. Sedari kemaren kacamata itu masih saja tak bisa di perbaiki. Hal itu menggangguku pasalnya aku tak bisa melihat layar leptopku dengan jelas juga tak bisa mengajar dengan baik karena aku hanya bisa samar-samar membaca buku teks (modul praktikum). Tapi hari itu aku tahu kau akan datang. Dan aku meminta tolong pada teman kita bahwa aku menitip sebuah lem untuk merekatkan kacamataku yang patah. Lalu kau balas di telfonmu “ndak mau”. Tapi, beberapa menit kemudian kau pun datang dengan membawa serta lem itu. Aku berterima kasih dan segera mengambil lem itu darimu. “Buat apa lem nya?” tanyamu. Aku menunjukkan kacamataku yang patah sembari nyengir ke arahmu. Kau pun hanya senyum dan bertanya :” kok bisa patah? Habis tingkahmu sih….,” ucapnya. “Aku gak tau kalau aku taruh kacamatanya di situ waktu sholat, eh tiba-tiba…ya beginilah…,” ucapku sembari menunjukkan kacamataku itu lagi padanya.
              Aku kesulitan memperbaiki kacamata itu dan kau pun tahu itu. “Kau bisa membantu?” tanyaku padamu yang tengah duduk di sampingku. “Hmmmm…,” ucapmu. Aku pun nyengir memperhatikan ekspresimu lalu kau pun senyum balik ke arahku sembari mengambil kacamata yang patah itu beserta lem nya dari tanganku. Aku sibuk memperhatikanmu yang tengah berusaha untuk memperbaikinya. Saking sibuknya menatap kacamata itu kita berdua tak sadar bahwa jarak kita begitu dekat. Aku pun tak menyadari itu sebelum kemudian teman-teman kita meledek kita dengan berkata, “Duuuhhhh mesranya….,” ucapnya. Lalu aku dan kamu pun tersadar kemudian. Tapi kita sama-sama tak menggubris ledekan mereka kecuali hanya dengan senyuman. “Iyalah dunia berasa milik berdua,” teman kita yang lain pun menanggapi.
            Beberapa detik kemudian teman-teman kita pun tak menyerah dengan ledekan mereka. Mereka pun sama-sama bernyanyi dengan kompaknya…

“Kemesraan ini…janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini ingin ku kenang selalu….Hatiku damai, jiwaku tentram disampingmu……,” ucap mereka sembari nyengir kea rah kita.

Kita pun tetap tak hirau dengan ledekan-ledekan teman kita yang semakin menjadi-jadi. Tapi entah kenapa kemudian tubuhku reflex menjauh sedikit darimu. Hingga jarak kita tak begitu dekat lagi sedekat nadi. Jarak kita terpisahkan oleh beberpa jengkal tangan kita Menit berikutnya kau pun berhasil memperbaiki kacamataku. Aku tersenyum senang sembari mencoba kacamata itu di mataku. Kau pun senyum-senyum setelah aku puas dengan kacamata yang sudah tak patah itu. Aku berterima kasih banyak-banyak padamu kala itu. Dan kau pun tersenyum lebar.
Beberapa minggu berikutnya sejak kejadian itu aku pernah lupa untuk tidak membawa kacamata itu di tas ku. Dan akupun kesulitan untuk melihat saat akan asistensi. Kau pun menceramahiku panjang dan lebar. “Makanya jangan lupa bawa mata empatmu. Udah tahu matanya gak bisa liat eh mata empatnya gak di bawa,” ucapmu yang terdengar seperti ledekan untukku. “Mata Empat”, gumamku dalam hati. “Hey…..sesama mata empat jangan ngeledek ya…,” Ucapku. “Punyaku sih selalu ku pakai. Iya kalau kamu sering mengeluh gak bisa liat meski udah pakek kacamata. Makanya periksa sono ke dokter mata jangan-jangan minusmu nambah,” ucapnya yang bukan terdengar seperti perintah namun ledekan yang di sertai tawa di akhir kalimatnya. “Hmmmm…seneng banget kamu kalau minusku nambah,” ucapku sembari memasang tampang cemberut. “Iya dong seneng…,” kan kalau nanti minusmu nambah aku jadi ada temennya, hahaha …”ucapmu. “Kenapa, kamu nih temennya susah malah seneng,” gerutuku. “Hahaha…kayak kamu enggak aja. Bukannya kamu juga seneng kalau aku susah…,” ucapmu. “Iya juga sih,,,,” ucapku. Kemudian kita pun tertawa bersama-sama.
Kini setiap kali ku lihat kacamataku dengan frame warna orange itu, aku selalu teringat padamu. Teringat bagaimana kau pernah memperbaikinya agar aku bisa mengenakannnya kembali. Teringat bagaimana cerewetnya kamu jika aku tak mengenakan kacamata itu karna aku tak dapat melihat. Namun kini kau tak ada. Kau tak ada untuk bisa memperbaikinya lagi ketika kacamata itu patah. Kau tak ada lagi untuk menghapus sedih atau kecemasanku. Kau pergi, kau pergi ke tempat yang jauh. Dimana akan sulit bagiku untuk menyusulmu. Karnanya kacamata itu kini hanya berada di tempat penyimpanan. Sama seperti cerita kecil kita itu, aku meletakkan kacamata itu pada bait kenangan dalam memoryku. Terima kasih, sekalipun meneteskan airmata setiap mengingat kenangan tentangnya, tapi tak dapat ku pungkiri kadang akupun tersenyum kecil saat mengingat kekonyolan-kekonyolan kita berdua kala itu.


0 comments on "Sudah Patah Tak Bisa Tersambung Lagi"

Post a Comment

 

Kisara's Diary Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang