Terima kasih, kini aku bisa melihat lagi dengan jelas. Raut wajahmu,
senyummu juga sepasang mata yang selalu aku tunggu-tunggu untuk menatapku itu….
Aku sudah berada di
ruangan Asisten kala itu. Masih berusaha untuk mencoba memperbaiki frame
kacamataku yang patah. Sedari kemaren kacamata itu masih saja tak bisa di
perbaiki. Hal itu menggangguku pasalnya aku tak bisa melihat layar leptopku
dengan jelas juga tak bisa mengajar dengan baik karena aku hanya bisa
samar-samar membaca buku teks (modul praktikum). Tapi hari itu aku tahu kau
akan datang. Dan aku meminta tolong pada teman kita bahwa aku menitip sebuah
lem untuk merekatkan kacamataku yang patah. Lalu kau balas di telfonmu “ndak
mau”. Tapi, beberapa menit kemudian kau pun datang dengan membawa serta lem
itu. Aku berterima kasih dan segera mengambil lem itu darimu. “Buat apa lem
nya?” tanyamu. Aku menunjukkan kacamataku yang patah sembari nyengir ke arahmu.
Kau pun hanya senyum dan bertanya :” kok bisa patah? Habis tingkahmu sih….,”
ucapnya. “Aku gak tau kalau aku taruh kacamatanya di situ waktu sholat, eh
tiba-tiba…ya beginilah…,” ucapku sembari menunjukkan kacamataku itu lagi
padanya.
Aku
kesulitan memperbaiki kacamata itu dan kau pun tahu itu. “Kau bisa membantu?”
tanyaku padamu yang tengah duduk di sampingku. “Hmmmm…,” ucapmu. Aku pun
nyengir memperhatikan ekspresimu lalu kau pun senyum balik ke arahku sembari
mengambil kacamata yang patah itu beserta lem nya dari tanganku. Aku sibuk
memperhatikanmu yang tengah berusaha untuk memperbaikinya. Saking sibuknya
menatap kacamata itu kita berdua tak sadar bahwa jarak kita begitu dekat. Aku
pun tak menyadari itu sebelum kemudian teman-teman kita meledek kita dengan
berkata, “Duuuhhhh mesranya….,” ucapnya. Lalu aku dan kamu pun tersadar
kemudian. Tapi kita sama-sama tak menggubris ledekan mereka kecuali hanya
dengan senyuman. “Iyalah dunia berasa milik berdua,” teman kita yang lain pun
menanggapi.
Beberapa
detik kemudian teman-teman kita pun tak menyerah dengan ledekan mereka. Mereka
pun sama-sama bernyanyi dengan kompaknya…
“Kemesraan ini…janganlah cepat
berlalu. Kemesraan ini ingin ku kenang selalu….Hatiku damai, jiwaku tentram
disampingmu……,” ucap mereka sembari nyengir kea rah kita.
Kita pun tetap tak hirau dengan ledekan-ledekan teman
kita yang semakin menjadi-jadi. Tapi entah kenapa kemudian tubuhku reflex
menjauh sedikit darimu. Hingga jarak kita tak begitu dekat lagi sedekat nadi.
Jarak kita terpisahkan oleh beberpa jengkal tangan kita Menit berikutnya kau
pun berhasil memperbaiki kacamataku. Aku tersenyum senang sembari mencoba
kacamata itu di mataku. Kau pun senyum-senyum setelah aku puas dengan kacamata
yang sudah tak patah itu. Aku berterima kasih banyak-banyak padamu kala itu.
Dan kau pun tersenyum lebar.
Beberapa minggu berikutnya sejak kejadian itu aku
pernah lupa untuk tidak membawa kacamata itu di tas ku. Dan akupun kesulitan
untuk melihat saat akan asistensi. Kau pun menceramahiku panjang dan lebar.
“Makanya jangan lupa bawa mata empatmu. Udah tahu matanya gak bisa liat eh mata
empatnya gak di bawa,” ucapmu yang terdengar seperti ledekan untukku. “Mata
Empat”, gumamku dalam hati. “Hey…..sesama mata empat jangan ngeledek ya…,”
Ucapku. “Punyaku sih selalu ku pakai. Iya kalau kamu sering mengeluh gak bisa
liat meski udah pakek kacamata. Makanya periksa sono ke dokter mata
jangan-jangan minusmu nambah,” ucapnya yang bukan terdengar seperti perintah
namun ledekan yang di sertai tawa di akhir kalimatnya. “Hmmmm…seneng banget
kamu kalau minusku nambah,” ucapku sembari memasang tampang cemberut. “Iya dong
seneng…,” kan kalau nanti minusmu nambah aku jadi ada temennya, hahaha …”ucapmu.
“Kenapa, kamu nih temennya susah malah seneng,” gerutuku. “Hahaha…kayak kamu
enggak aja. Bukannya kamu juga seneng kalau aku susah…,” ucapmu. “Iya juga
sih,,,,” ucapku. Kemudian kita pun tertawa bersama-sama.
Kini setiap kali ku lihat kacamataku dengan frame
warna orange itu, aku selalu teringat padamu. Teringat bagaimana kau pernah
memperbaikinya agar aku bisa mengenakannnya kembali. Teringat bagaimana
cerewetnya kamu jika aku tak mengenakan kacamata itu karna aku tak dapat
melihat. Namun kini kau tak ada. Kau tak ada untuk bisa memperbaikinya lagi
ketika kacamata itu patah. Kau tak ada lagi untuk menghapus sedih atau
kecemasanku. Kau pergi, kau pergi ke tempat yang jauh. Dimana akan sulit bagiku
untuk menyusulmu. Karnanya kacamata itu kini hanya berada di tempat
penyimpanan. Sama seperti cerita kecil kita itu, aku meletakkan kacamata itu
pada bait kenangan dalam memoryku. Terima kasih, sekalipun meneteskan airmata
setiap mengingat kenangan tentangnya, tapi tak dapat ku pungkiri kadang akupun
tersenyum kecil saat mengingat kekonyolan-kekonyolan kita berdua kala itu.


0 comments:
Post a Comment