Terkadang aku ingin membuang egoku hingga ke dasar. Tak peduli meski kamu akan abai dengan pesanku. Yang ku ingin hanyalah bercerita padamu di ruang kosong ini. Tempat dimana aku bisa mengungkapkan semua hal yang ku rasa tanpa kita harus bersua. Namun nyata-nya aku tak mampu. Tak sanggup bagiku untuk memendam rasa bersalah karena membebanimu.
Aku kehilangan seluruh keberanianku. Aku kehilangannya tanpa bersisa. Dan aku tak tahu harus bagaimana untuk menemukannya kembali. Jemariku kaku dan lidahku terasa kelu. Aku tak dapat membagi cerita dengan yang lain. Karena sejak aku mengenalmu, bagiku kamu adalah cerminan diri. Tempat aku dapat berekspresi tanpa harus bersembunyi.
Tapi, nyatanya aku hanya sendiri. Ketika berbagai ujian hidup datang menghampiri. Aku hanya bisa melaluinya sendiri, tanpa satupun tempat tuk berbagi. Terkadang ingin kurehatkan sejenak diri, juga hati ini yang sudah tak lagi mempunyai bentuk ini. Tapi, kepada siapa?
Seorang bocah 6 tahun bertanya kepadaku, kenapa tante masih sendiri? Dan aku hanya bisa tersenyum menanggapinya. Karena tidak tahu apalagi yang harus aku katakan untuk menjelaskan perkara rumit orang dewasa pada seorang bocah. Disaat inilah aku benci menjadi dewasa.
Aku tidak mungkin menjelaskan bahwa hingga saat ini tante yang di sayanginya tengah menunggu seseorang. Seseorang yang mungkin sampai kapanpun tak akan pernah datang. Seseorang yang mungkin sudah melupa tentang apa yang pernah terjadi dimasa lalu. Seseorang yang mungkin sudah bahagia bersama pilihan hidupnya tanpa pernah tahu ada seseorang yang tengah merana menantinya.
Jika saja rasa bisa di hapus hanya dengan sekali tekan tombol delete, barangkali akulah orang pertama yang akan melakukannya. Jika saja rasa bisa di hilangkan hanya dengan begitu mudahnya, barangkali sejak lama rasa ini tak akan tetap sama.
Orang-orang bilang obat dari patah hati adalah jatuh cinta lagi. Tapi, bagaimana jika orang itu sudah tidak bisa jatuh cinta lagi? Apakah selamanya ia akan tetap sendiri?
#tetapsendiri
#esp
Pasuruan, 23 Desember 2019