Hari ini, kau membuatku terkejut seketika.
Hingga jantungku berdegub denga ritme tak beraturan. Kau tersenyum dengan
manisnya. Dan menyapaku dengan ceria.
Lagi..lagi..tingkah jenakamu membuatku tersenyum. Ekspresi bingungmu
membuatku ingin memelukmu dan menenangkanmu. Tapi, aku tahu itu tidak bisa ku
lakukan. Dan tak mungkin untuk ku lakukan. Karena kau, aku, tak akan pernah
menjadi kita.
Detik berikutnya…kau mendekatiku tiba-tiba. Tapi, aku tak berjingkat
seperti biasanya. Karena kau bukan orang asing bagiku. Aku sudah terbiasa
denganmu. Bahkan ketika wajahmu hanya berjarak beberapa senti di depanku.
Lagi..lagi..kau menggodaku seperti biasanya. Namun bukan tentang
rayuanmu. Bukan tentang candaanmu seperti biasanya. Tapi tentang orang lain.
Pertanyaanmu tentang perasaanku pada orang lain di antara kita.
Aku tak tahu. Apakah itu godaanmu seperti biasa untukku? Ataukah kau
hanya bersembunyi di balik pertanyaan itu. Kau bertanya padaku, bagaimana
perasaanku karnanya?
Aku mejawab singkat “aku senang”. Tapi, ada kekecewaan di wajahku yang
terbaca olehmu. “Sayang sekali dia tidak mengenakannya,” ucapku. “Kenapa
memangnya?” tanyamu lebih lanjut. “Ketika dia mengenakannya dia akan mirip
dengan seseorang,” jelasku. Kau bertanya lagi..lagi dan lagi. Apakah kau
sepenasaran itu? Ketika aku enggan untuk menjawabnya, kau beralih lagi menggodaku.
Entah itu memang inginmu, ataukah kau sengaja ingin menyembunyikan rasa
penasaranmu.
Beberapa jam berikutnya. Kau menceritakan semuanya pada teman-temanmu.
Tentang raut wajahku dan tentang perkataanmu. Entah kau sengaja ingin
menggodaku. Atau karena alasan lainnya aku tak tahu.
Menit berikutnya….
Kau memanggilku. Mengajakku berbicara berdua. Tanpa ada yang tahu,
karena memang tak ada yang boleh tahu. Karena itu memang harusnya menjadi
rahasia yang harus kau jaga. Tapi, kau mengatakannya. Meski dengan cara yang
lain. Kau mengatakannya..
“Jika dia diterima…traktir aku ya…,” ucapmu.
Aku tak mengerti kenapa tiba-tiba kau mengatakan itu. Ketika kau
mengatakan itu, ekspresi senangmu dipaksakan. Aku tak melihat ada raut bahagia
di wajahmu ketika kau mengatakannya. Aku menolak permintaanmu. Dengan tegas aku
katakana : “dia diterima atau tidak, tidak ada untungnya untukku,” ucapku.
“Tapi kau senang kan?” ucapmu masih dengan penuh tanya. Aku tak mengerti
maksud kau mengatakan itu. Aku hanya tetap menolak permintaanmu. Lalu kau
mempertegas ucapanmu. Membuatku mengerti kalau pada akhirnya dia diterima. Yang
berarti pula kau mengatakan rahasia yang seharusnya kau jaga.
Waktu berikutnya…
Aku tak mengerti apa maksud kau mengatakan itu. Apakah kau ingin
melihatku senang karena mengetahui hal itu? Ataukah kau hanya penasaran dengan
ekspresiku jika aku mengetahui hal itu. Kau bodoh…
Kau orang terbodoh yang pernah ku kenal di sepanjang hidupku. Atau
mungkin kau pura-pura bodoh dan tidak peka? Harusnya kau tahu selama ini aku
hanya berpura-pura.
Membicarakannya setiap waktu, memujinya setiap waktu, bahkan
membandingkannya dengan cinta pertamaku hanya untuk mengetahui bagaimana
ekspresimu. Dan untuk mengetahui bagaimana perasaanmu untukku. Karena aku tak
mengerti hatiku, makanya aku ingin mengetahuinya dengan mengerti hatinya. Hanya
itu..
Malang, 17 Desember 2015


0 comments:
Post a Comment